Sunday 15 April 2012

Budi Yuwono Tjioe Merintis Usaha Obat Tradisional dari Usaha Kakilima


Budi Yuwono Tjioe Merintis Usaha Obat Tradisional dari Usaha Kakilima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Budi Yuwono Tjioe. Di usianya yang ke-62, penampilan fisik Budi terlihat lebih muda dari sesungguhnya. Wajahnya yang suka senyum menutupi gurat ketuaan. Saat menerima Tribunnews.com di kantornya di Wisma SMR Lantai 7, Jalan Yos Sudarso, Sunter Jaya, ia dengan senang memainkan sepeda sirkus antik yang dipajang di koridor kantornya.

Bersama becak khas Pematang Siantar bermesin BSA buatan tahun 1915, berikut sepeda angin dan sepeda mesin tua lainnya, Budi menceritakan proses bisnis minuman kesehatan masuk katagori fast-moving consumer goods (FMCG), dan obat bebas atau over the counter (OTC) merek dagang Cap Badak yang saat ini merajai pasaran.

Terlepas dari pecah kongsi Budi selaku pendiri dan pemilik PT Budi Sinde Sentosa dari perusahaan yang sempat memberi lisensi Cap Kaki Tiga, Wen Ken Drug Co Pte Ltd, produsen obat tradisional China asal Singapura, Budi adalah seorang sosok teguh dan tak mengenal menyerah. Tahun 1978, Budi memegang lisensi larutan penyegar, waktu itu dengan Cap Kaki Tiga dari Wen. Setelah mendapat lisensi, Budi mengembangkan PT Budi Sinde Sentosa. Sinde singkatan Sinar Dewa, cikal bakal perusahaan yang didirikan Budi, awal mencari kehidupan di Jakarta, setelah hijrah dari Surabaya.

Namun tahun 2008, hubungan Sinde dengan Wen renggang, dan putus. Wen mencabut lisensi penggunaan Cap Kaki Tiga pada produk Sinde, sekaligus menggugat. Tiga tahun berikutnya, Wen menunjuk PT Kinocare Era Kosmetindo selaku pemegang lisensi merek Cap Kaki Tiga. Kalaupun kini Budi menjadi pengusaha besar penghasil minuman berkahsiata, itu tidak serta merta. Ia mewarisi bisnis di bidang jamu dan obat-obatan dari kake-nenek, yang membuka toko obat tradisional Eng Tay Ho di Surabaya.

Ketika masih duduk di bangku SMP, laki-laki kelahiran tahun 1950 ini pindah ke Jakarta, mengikuti orangtuanya. Selama di Jakarta, orangtua Budi tidak mengikuti bisnis kakek-nenek, melainkan mencari penghidupan keluarga yakni jualan mie, dari pintu ke pintu, tidak memiliki lapak maupun kios. Ia beserta lima saudaranya turut membantu ibu dan ayah, berjualan. Dia terbaisa bangun dinihari, mejajakan jualan ke tentangga maupun pasar.

Walau telah berusaha keras, penghasilan belum mampu mencukupi kebutuhan mereka. Kenyataan pahit harus diterima, tahun 1966, Budi putus sekolah dari SMA. Ia terpukul dan kembali ke Surabaya, bekerja di toko obat tradisional China. "Saya melakukan dari jualan kaki lima, dan menjaga toko, sampai salesmen," ujarnya kepada Tribunnews.com.

Cukup tiga tahun di kota pahlawan, Budi kembali ke Jakarta dan melanjutkan jualan obat tradisional di Glodok. Saat itu, ia dagang di kaki-lima, sehingga gerobak tempat berjulan sering dirazia petugas Ketertiban Umum (Tibum), sekarang Satpol PP.

Karena merasa tidak aman dan aman berdagang kaki-lima, ia kemudian memikirkan usaha yang lebih kokoh, dengan mendirikan perusahaan obata dan jamu. Perusahaan itu dinamai Sinar Dewa, yang kelak menjadi cikal bakal PT Sinde Budi Sentosa.

Usaha dia terus menanjak, dari kaki-lima mulai menggunakan sepeda motor, kemudian mobil, bahkan dagangan diangkut truk besar untuk melayani konsumen di berbagai kota seperti Bogor, Bandung, Cirebong, Semarang, Yogyakarta, Lampung, bahkan hingga Aceh.

PT Sinde, dari awal mempekerjakan belasan orang, kini lebih dari 900 orang karyawan,menjelma menjadi perusahaan raksasa penghasil minuman penyegar yang menembus pasaran ekspor di 14 negara.
PT Sinde memiliki 23 jenis atau nama merek minuman kesehatan, obat bebas atau over the counter (OTC), yang beredar luas di pasaran domestik, maupun mancanegara. Produk Sinde antara lain Larutan Penyegar Cap Badak, Lasegar, Ena'o, Teangin, Liang Teh Cap Pistol, Dellpo dan sebagainya.

Deputi Direktur Pemasaran PT Sinde Herman Notolegowo mengatakan, kapasitas produksi dari tiga pabrik PT Sinde di Tambun Bekasi mencapai 163 ribu kaleng per jam. "Ada 23 jenis produk, dengan core bussiness minuman kesehatan, dan kami mempekerjakan sekitar 900 di pabrik," ujar Herman.

Beberapa pasaran yang ditembus antara lain Belgia, Arab Saudi, Hongkong, Korea Selatan,
Brunai, Filipina, Malaysia, Amerika Serikat, Belanda, Singapura dan Australia. (tribunnews/Domu D Ambarita

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates